Minggu, 06 Oktober 2013

Berita Seputar Chevron Indonesia (Vonis Bioremediasi Pengaruhi Industri Migas)

2013/07/24
TEMPO.COJakarta - Indonesia Petroleum Asociation (IPA) menyatakan keprihatinannya atas keputusan bersalah yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada pekerja Chevron Pacifik Indonesia terkait kasus bioremediasi. Organisasi ini menilai, keputusan tersebut bisa berpengaruh pada kinerja para pelaku industri migas lainnya. 

"Kriminalisasi terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa menimbulkan kecemasan yang tinggi di kalangan pekerja sehingga bisa menurunkan efektivitas operasi migas di Indonesia," kata Direktur Eksekutif IPA, Dipnala Tamzil, dalam rilisnya kepada wartawan, Rabu, 24 Juli 2013.

Dipnala mengatakan, IPA dan seluruh anggotanya percaya bahwa kepastian hukum dan regulasi sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi dan produksi yang stabil. Kendati demikian, keputusan pengadilan tersebut justru menciptakan ketidakpastian hukum bagi para anggota IPA.

"Sebab, dalam proses peradilan, ada dua institusi pemerintah, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan SKK Migas, yang menyatakan proyek bioremediasi oleh Chevron sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," ujarnya. 

Keputusan pengadilan yang mengabaikan penegasan SKK Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup tersebut dinilai bakal memberikan konsekuensi yang luas bagi industri migas dan berdampak negatif bagi iklim investasi di Indonesia. Untuk itu, IPA mengharapkan agar perselisihan yang timbul atas implementasi proyek KKKS, sepanjang telah dilaksanakan sesuai undang-undang, harus diselesaikan berdasarkan prinsip hukum perdata. "Bukan hukum pidana," ujarnya. 

Kukuh Kertasafari, Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan Sumatera Light South (SLS) Minas Chevron diganjar dua tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. Ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek bioremediasi di Riau tahun 2006-2011. Vonis Kukuh ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung, yakni 5 tahun penjara. 

Kukuh didakwa turut berperan dalam proyek bioremediasi antara Oktober 2009-2012, dengan secara tak sah telah menetapkan 28 lahan tak terkontaminasi minyak sebagai tanah terkontaminasi. Tindakannya dianggap mengakibatkan PT Sumigita Jaya melakukan bioremediasi fiktif.

Kasus bioremediasi Chevron bermula saat Kejaksaan Agung menduga pekerjaan bioremediasi fiktif di 28 lokasi lahan bekas pengolahan minyak. Meski fiktif, Chevron tetap mengklaim biaya yang telah dikeluarkan sebagai biaya pemulihan kepada BP Migas senilai US$ 6,9 juta untuk pembayaran pekerjaan kepada perusahaan pelaksana bioremediasi PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar