Jumat, 08 November 2013

Model SCM

Model Supply Chain dan Mengelola Aliran Supply Chain

Dari penjelasan pelaku-pelaku supply chain , dapat dikembangkan suatu model supply chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Model supply chain dikembangkan dengan cukup baik pada tahun 1994 oleh A.T.Kearney. Dalam ilustrasi ini, suppliers’ suppliers telah dimasukkan untuk menunjukkan hubungan yang lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan/mencari, merubah dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu faktor kunci (key factor) untuk mengoptimalisasikan supply chain ialah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan. Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada 2 (dua) konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pergerakan barang tersebut, yang kedua merupakan kelanjutan dari yang kesatu yaitu : Mengurangi jumlah supplier  Konsep ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an yang bertujuan mengurangi ketidak-seragaman, biaya-biaya negosiasi dan pelacakan (tracking) 
  1.   Konsep ini adalah permulaan perubahan kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier 
  2.   Dengan demikian maka cara lama yang dahulu dianggap ampuh seperti mencari sourcing dengan cara tender terbuka makin tidak populer, karena tender terbuka tidak menjamin terbatasnya jumlah supplier 
  3.   Paling-paling yang masih cocok dengan perkembangan ini ialah tender diantara supplier yang terbatas jumlahnya 
  4.   Konsep ini berkembang menuju tahap selanjutnya, yaitu tahap yang kedua, seperti akan dijelaskan sebagai berikut ini Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance 
  5.   Konsep ini dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990-an dan diharapkan masih akan populer pada permulaan abad 21 ini 
  6.   Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key suppliers untuk barang tertentu merupakan strategic sources yang dapat dihandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain 
  7.   Konsep ini selalu dibarengi dengan konsep perbaikan terus menerus dalam biaya dan mutu barang (continuous improvement in cost and quality) 
Model supply chain tersebut dapat dilukiskan juga seperti denah pada Gambar 2 yang dapat disebut sebagai ‘the Interenterprise Supply Chain Model’ yang merupakan suatu mata rantai supply, yang dinamakan juga ‘model empat langkah’ atau ‘the four step model’ yang terdiri dari unsur-unsur : 
  1. Suppliers (dan sub-suppliers atau suppliers’ suppliers) 
  2. Manufacturers (plant, yang terdiri dari beberapa unit)  Distributors (terdiri dari distribution center, wholesaler dan sebagainya) 
  3. Retailers (yang sangat banyak jumlahnya) 
MENGELOLA ALIRAN SUPPLY CHAIN 
Untuk mengelola aliran barang dan jasa dalam supply chain, pertama-tama yang harus diketahui adalah gambaran sesungguhnya dan lengkap mengenai seluruh mata-rantai yang ada, mulai dari pertama sampai kepada yang terakhir. Sebagai misal, supply chain dari ‘pabrik kertas’ : 
 Awal supply chain dari pabrik kertas adalah hutan dari kayu yang menghasilkan bahan untuk kertas atau gudang dari bahan yang didaur ulang (recycled products) yang mengawali proses pembuatan kertas tersebut.
 Tetapi tidak hanya itu saja. Bahan baku kertas perlu dilengkapi dengan bahan penolong juga agar bahan baku dapat diproses menjadi kertas. Bahan penolong ini sangat banyak sekali misalnya air yang berlimpah, bahan kimia yang sangat banyak jenisnya, plastik dan alat pengikat untuk packaging dan sebagainya. 
 Disamping itu pabrik kertas banyak menggunakan berbagai jenis peralatan yang digunakan dan puluhan ribu jenis material dan suku cadang yang digunakan yang awal supply chainnya adalah pabrik baja dan pabrik pembuat peralatan, material dan suku cadang tersebut. 
 Pokoknya ada puluhan dan mungkin ratusan supplier dan suppliers’ supplier (subsuppliers) yang tersangkut. 
Disamping itu perlu juga diketahui berbagai sifat pergerakan supply chain untuk berbagai inventory. Seperti diketahui, yang dimaksud dengan inventory adalah beberapa jenis barang yang disimpan di gudang yang mempunyai sifat pergerakan yang agak berbeda satu sama lain sehingga panjang pendeknya supply chain juga berbeda seperti dapat diterangkan sebagai berikut. Ada beberapa jenis inventory, yaitu : Barang baku (raw materials) 
 Mata rantai pertama adalah di pabrik pembuat bahan baku ini dan mata rantai terakhir adalah di pabrik pembuat finished product (bukan di konsumen akhir) 
 Barang baku ini di pabrik pembuat finished product digabung dengan bahan penolong dan dengan teknologi tertentu diolah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi Barang setengah jadi (semi finished product) 
 Permulaan mata rantai adalah di pabrik pembuat bahan jadi. Seperti dijelaskan di depan, bahan setengah jadi adalah hasil dari proses bahan baku 
 Bahan setengah jadi dapat langsung diproses di pabrik yang sama menjadi bahan jadi, tetapi dapat juga dijual kepada konsumen sebagai komoditas 
 Jadi akhir dari mata rantai akan sangat tergantung dari hal diatas, bisa pendek dan bisa panjang Barang jadi (finished product) 
 Permulaan mata rantai bahan jadi adalah di pabrik pembuatannya, sebagai hasil dari pengolahan dari bahan baku, melalui bahan setengah jadi tadi 
 Akhir mata rantai adalah di konsumen akhir pengguna atau pembeli hasil produksi tersebut Materials dan spare parts (MRO = materials for maintenance, repair and operation) 
 Inventory jenis ini adalah inventory yang digunakan untuk menunjang pabrik pembuat barang jadi tersebut, yaitu untuk maintenance, repair dan operation peralatan (equipment) pabriknya. 
 Mata rantainya bermula dari pabrik pembuat material MRO tadi dan berakhir hanya sampai perusahaan pembuat barang jadi tersebut, sebagai the final user (manufacturer) Barang komoditas (commodity) 
 Inventory jenis ini adalah barang yang dibeli oleh perusahaan tertentu sudah dalam bentuk barang jadi dan diperdagangkan dalam arti dijual kembali kepada konsumen 
 Di perusahaan tersebut, barang ini dapat diproses lagi seperti misalnya diganti bungkusnya, diperkecil bungkusnya dan sebagainya, tetapi dapat juga dijual lagi langsung dalam bentuk asli sewaktu dibelinya 
 Mata rantai inventory jenis ini bermula dari pabrik pembuat komoditas tersebut dan berakhir pada konsumen akhir pengguna barang tersebut 
 Barang komoditas kadang-kadang juga disebut dengan ‘resales commodities’, karena memang barang tersebut dibeli untuk dijual lagi dengan keuntungan tertentu. Barang proyek 
 Inventory jenis ini adalah material dan spare parts yang digunakan untuk membangun proyek tertentu, misalnya membuat pabrik baru. 
 Mata rantai panjangnya hampir sama dengan MRO materials, jadi bermula dari pabrik pembuat barang-barang tersebut dan berakhir sampai perusahaan pembuat barang jadi yang dimaksud.
Hal-hal yang sudah dikemukakan tersebut dapat dijelaskan seperti dalam Gambar 3 di atas. Jelas dari gambaran tersebut di atas bahwa supply chain untuk inventory jenis bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi lebih panjang dan lebih rumit dibanding dengan supply chain untuk jenis inventory lainnya. 
MENGUSAHAKAN OPTIMALISASI SUPPLY CHAIN 
Tipikal supply chain dewasa ini sedang mengalami perubahan besar karena perubahan atau perkembangan pasar. Dahulu produk yang mempunyai brand atau nama yang kuat seakan-akan mendikte pasaran dan pelanggan akan tergantung dan cenderung untuk mencari produk tersebut. Pabrik dengan demikian juga cenderung akan memasarkan langsung produk tersebut atau melalui retail outletnya sendiri, sedangkan hanya sebagian saja dari produksi dialokasikan atau disalurkan melalui retail outlet tertentu yang dipilihnya. Sekarang keadaan sudah lain. 
Pelanggan makin mempunyai pilihan yang banyak dan berada pada posisi untuk menentukan sendiri brand pilihannya. Dan retail outlet makin lebih mempunyai keleluasaan dan berkuasa untuk menjual dan memajang produk yang dipilihnya sendiri berdasarkan kehendak dan selera pelanggan. Perkembangan tersebut mempengaruhi pula bagaimana cara mengoptimalisasikan supply chain sedemikian rupa sehingga mencapai manfaat yang optimal. Dalam hubungan dengan ini, perlu dibicarakan mengenai beberapa hal antara lain sebagai berikut : 
 Tuntutan pelanggan yang terus berkembang 
 Kekuasaan retailer yang makin besar 
 Dilema dalam pencapaian optimalisasi 
 Kendala dalam ‘membangun kepercayaan’ 
 Kemitraan sebagai suatu solusi 
 Teknologi informasi sebagai katalisator 
Tuntutan pelanggan yang terus berkembang Seperti di atas telah dijelaskan, terjadi perkembangan dan perubahan dalam sifat, intensitas, ketergantungan dari tuntutan para pelanggan. Dengan makin terbukanya pasar bebas yang mendunia (globalisasi) maka terjadi begitu banyak dan begitu ketat persaingan antar perusahaan dan antar produk. Bagi para konsumen ini merupakan keuntungan besar karena mereka mendapatkan : 
 harga yang lebih kompetitif 
 pilihan sumber pembelian lebih banyak 
 mutu barang yang lebih baik 
 pilihan brand yang lebih banyak. 
 penyediaan yang lebih cepat 
 layanan lain yang lebih baik. 
Oleh karena itu supply chain yang tadinya hanya atau lebih terfokus pada sisi hulu, yaitu hubungan antar sub-suppliers-suppliers-manufacturer bergeser kearah hilir, yaitu manufacturer-wholesalers-retailers-consumers. Inilah manifestasi dari ‘consumer focus’ atau ‘consumer oriented’ dalam supply chain management. Sikap-sikap para pelanggan sebagai berikut juga tidak boleh diabaikan dan harus diperhatikan dengan sungguhsungguh, yaitu antara lain bahwa pelanggan (consumers) cenderung bersikap : 
 menghindari penjual yang telah pernah mengecewakannya 
 ingin mengalami proses pembelian barang dan jasa yang menyenangkan 
 menyenangi pendekatan penjualan yang kreatif, ramah, murah (pengecualian adalah pembeli yang mengejar brand yang berprestige) 
 menuntut ‘more for less’ 
 mencari toko yang serba ada (department store, shopping mall, super market dan sebagainya), karena makin terbatasnya waktu berbelanja 
 menghendaki barang yang aman dari segala hal 
 pokoknya menghendaki harga, mutu dan service yang lebih baik lagi 
 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengendali utama supply chain dengan demikian adalah para consumers. 
Kekuasaan retailer yang makin besar Kalau di atas telah disimpulkan bahwa pengendali utama supply chain adalah para consumers, maka yang berhubungan langsung dengan mereka adalah para retailer. Para retailer ini menanggapi kehendak dan tuntutan para consumers yang makin meningkat ini dengan mengadakan perubahan-perubahan besar dalam penataan, dekorasi, teknik pelayanan dan personil tokonya. Meskipun keputusan terakhir untuk memilih barang adalah pada para consumers, tetapi sampai batas tertentu para retailer dapat mempengaruhi pengambilan keputusan ini dengan cara-cara antara lain sebagai berikut : 
 Membuat display yang menarik untuk produk tertentu 
 Memberikan discount yang menarik untuk produk tertentu 
 Memberikan bonus tertentu seperti hadiah dan sebagainya 
 Menawarkan secara lebih aktif 
 Dan sebagainya Umumnya keuntungan yang diperoleh oleh retailer relatif tidak banyak. 
Makin banyak retailer, makin sedikit prosentase keuntungan yang diperoleh karena makin banyak berarti makin ketat persaingan dan sebaliknya. Oleh karena itu, wholesaler umumnya memiliki keuntungan yang jauh lebih besar karena jumlah wholesaler umumnya lebih sedikit. Disini berlaku hukum ‘supply and demand’. Oleh karena itu, para retailer umumnya lebih mengandalkan pada jumlah penjualan (omzet). Retailer besar terkenal seperti Kmart, Wal-Mart, Home Depot dan sebagainya memperoleh keuntungan besar karena omzetnya sangat besar. Pengurangan biaya di retailer umumnya hanya sedikit sekali dapat dilakukan, namun di pihak wholesaler lebih banyak yang dapat dilakukan penghematan. Dilema dalam pencapaian optimalisasi Langkah pertama yang sangat penting dalam melakukan supply chain management yang baik adalah menggalang dan memperbaiki komunikasi harian antara semua pelaku supply, mulai dari hilir sampai ke hulu (retailer, distributor, manufacturer dan supplier ). 
Komunikasi yang baik ini dapat mencegah kelambatan pengadaan barang maupun penumpukan barang di gudang yang berlebihan. Dalam praktek, sayangnya, sering kali dijumpai semacam keengganan melakukan komunikasi ini, karena beberapa pihak masih ada yang menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang bersifat rahasia atau sebagai sesuatu layanan ekstra. Karena dianggap memberikan layanan ekstra, ada yang minta bayaran, baik secara resmi ataupun tidak resmi. Kendala ini tidak saja dijumpai dalam hubungan atau komunikasi antar perusahaan tetapi juga ditemui dalam satu perusahaan, yaitu misalnya antara bagian logistik (penyedia barang) dan bagian teknik atau pabrik (pengguna barang). Oleh karena itu dalam hal ini perlu kepada semua pihak diyakinkan dahulu perlunya membangun informasi yang terbuka, cepat dan akurat mengenai hal-hal yang menyangkut penyediaan barang, agar semua pihak dapat memperoleh keuntungankeuntungan optimal. Kendala dalam ‘membangun kepercayaan’ Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengoptimalisasikan supply chain management adalah ‘membangun kepercayaan’ antara semua pelaku supply barang dan jasa yang bersangkutan. Namun dalam praktek banyak kendala bahkan banyak yang tidak percaya bahwa hal tersebut sungguh-sungguh dapat dicapai. Beberapa hal yang melatar belakangi kendala tersebut antara lain adalah :
 Masih banyaknya anggapan bahwa supplier atau pihak lain adalah ‘lawan’ atau bahkan ‘musuh’ dalam berbisnis dan bukan ‘mitra’ 
 Masih banyaknya anggapan bahwa antara supplier atau pihak lain dan perusahaan sendiri pada hakekatnya mempunyai tujuan yang berlainan bahkan saling bertentangan, sedangkan sebetulnya tujuan akhir adalah sama yaitu samasama perlu ‘survice’ dan ‘growth’ 
 Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil yang ‘win-loose’ dan kurang mengenal konsep ‘win-win negotiation’ 
 Banyak yang masih melihat hubungan ‘jangka pendek’ dan kurang melihat hubungan ‘jangka panjang’ yang saling menguntungkan 
 Oleh karena itu konsep-konsep baru seperti ‘win-win negotiation’, ‘supplier partnering’ dan sebagainya perlu dikembangkan diantara para peserta kegiatan supply dan di dalam perusahaan sendiri untuk menciptakan kepercayaan yang sungguh diperlukan dalam mengoptimalkan supply chain management ini. Partnering sebagai suatu solusi Optimalisasi supply chain management seperti telah disebutkan di depan, memerlukan aliran informasi yang lancar, transparan dan akurat, dan memerlukan kepercayaan antar peserta pengadaan barang dan jasa. Hal ini hanya mungkin dilakukan melalui proses yang panjang dan antar pihak yang makin saling mengenal.
Dengan demikian, satu-satunya cara adalah bahwa antara mereka yang terkait ada semacam partnering. Optimalisasi tidak mungkin dicapai apabila dilakukan oleh supplier yang terus-menerus berbeda dan berganti, karena hal-hal yang diinginkan tersebut tidak mungkin akan terwujud secara optimal. Oleh karena itu dikatakan bahwa partnering adalah salah satu solusi yang terbaik dalam melakukan optimalisasi supply chain management ini. 
Perlu disampaikan bahwa beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan terus-menerus adalah : 
 Meyakini memiliki tujuan yang sama (common goal) 
 Saling menguntungkan (mutual benefit) 
 Saling percaya (mutual trust) 
 Bersikap terbuka (transparent) 
 Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship) 
 Terus menerus melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang/jasa (continuous improvement in cost and quality) 
Teknologi informasi sebagai katalisator Kalau partnership dapat disebuat sebagai ‘bumbu’ yang penting untuk supply chain maka teknologi informasi merupakan ‘katalisator’ untuk supply chain yaitu yang mempercepat proses dan mempermudah supply chain management yang efektif dan efisien. Keberhasilan supply chain management tidak mungkin dapat dicapai tanpa menggunakan jasa teknologi informasi yang dalam kasus ini harus bercirikan : 
 Hardware dan software harus bersifat mampu digunakan antar organisasi/ perusahaan 
 Clear information 
 Real time POS (point of sales) information 
 Customer and network friendly  High level effectiveness dan efficiency 
 Dan sebagainya Oleh karena itu pengembangan teknologi informasi harus diusahakan sepenting mengusahakan pengadaaan inventory dan mempercepat delivery time pembelian barang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar