TEMPO.CO, Jakarta - PT Chevron Pacifik Indonesia menyatakan
telah menghentikan operasional tiga dari sebelas rig pada Jumat pekan
lalu. Tindakan itu dilakukan sebagai tindak lanjut penetapan bersalah
dua kontraktor proyek bioremediasi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta.
"Tiga rig itu harus terhenti karena kekurangan
kapasitas pengolahan limbah," kata Direktur Utama Chevron Pacifik, Hamid
Batubara saat ditemui di lokasi Konvensi dan Pameran Indonesia
Petroleum Asociation, Kamis, 16 Mei 2013.
Hamid menilai tindakan
penghentian operasional tersebut sebagai hal yang wajar. Sebab,
keputusan pengadilan menjadi semacam ketidakpastian hukum bagi kedua
kontraktor tersebut. "Tapi kami tetap bekerja sama dengan SKK Migas dan
Kementerian Lingkungan Hidup untuk memantau fasilitas pengolahan
limbah," ujarnya.
Kendati demikian, Hamid mengklaim akan tetap
meningkatkan produksi minyak dan gas nasional. Perusahaannya akan
berupaya untuk meminimalkan dampak akibat penghentian tiga rig tersebut.
"Nanti ketertinggalannya (tiga rig) dikejar dikemudian hari," katanya.
Ia
tidak menampik telah kecewa dengan keputusan pengadilan tersebut.
Sebab, proyek bioremediasi tersebut sudah sesuai dengan
perundang-undangan dan kontrak kerja yang berlaku. "Ini sebenarnya kasus
perdata tapi seolah-olah dipidanakan."
Pengadilan Tipikor
Jakarta telah menjatuhkan vonis hukuman lima tahun penjara kepada
Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri. Adapun Direktur PT
Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo divonis enam tahun penjara. Keduanya
dinyatakan terbukti bersalah atas kasus proyek bioremediasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar